Merujuk
pada himbauan
dari pemerintah tentang tuntunan dan panduan menghadapi pandemi dan Dampak Covid-19 serta mengingat grafik
penularan Covid-19 secara nasional belum menunjukkan tanda menurun, maka sebaiknya :
1.
Salat Idul adha hukumnya sunah muakadah (sunnahmu’akkadah).
2. Dianjurkan dengan sangat agar
dilaksanakan di rumah masing-masing terutama pada daerah yang masih belum
dinyatakan aman dari perseberan Covid-19. 3. Pada daerah yang berdasarkan ketetapan pihak berwenang
dinyatakan aman, salat Iduladha dapat dilakukan di lapangan kecil atau tempat terbuka di
sekitar tempat tinggal dalam jumlah jamaah yang tidak membawa kerumunan besar,
dengan beberapa protokol yang harus diperhatikan, yaitu: salat dengan saf
berjarak,
salat menggunakan masker, dilaksanakan tidak
dalam kelompok besar atau terpisah dalam kelompok kecil dengan pembatasan
jumlah jamaah yang hadir, mematuhi protokol
kesehatan terkait pencegahan Covid-19 seperti menjaga kebersihan tempat, kebersihan
badan, tidak berjabat tangan, tidak berkerumun dan
lain-lain.
4. Kita harus terus berjuang untuk memutus rantai
persebaran virus korona dan dalam rangka saddaż-żarīʻah (tindakan
preventif) guna menghindarkan diri dari jatuh ke dalam kebinasaan seperti
diperingatkan dalam al-Quran surah al-Baqarah (2): 195 dan demi menghindari
mudarat seperti ditegaskan dalam sabda Nabi saw riwayat Mālik dan Aḥmad dari
Ibn ‘Abbās.
وَأَنفِقُوافِيسَبِيلِاللَّهِوَلَاتُلْقُوابِأَيْدِيكُمْإِلَىالتَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّاللَّهَيُحِبُّالْمُحْسِنِينَ.
Artinya
: “Belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah,
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” [QS al-Baqarah (2):
195].
عَنِابْنِعَبَّاسٍقَالَقَالَرَسُولُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَلَاضَرَرَوَلَاضِرَارَ
[رواهمالكوأحمدواللفظله].
Artinya
: “Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak ada kemudaratan dan pemudaratan [HR Mālik dan Aḥmad, dan ini lafal Aḥmad].
Sehubungan
dengan itu, di bawah ini diberikan tuntunan menyambut dan melaksanakan salat
Iduladha di daerah yang oleh pihak berwenang telah ditetapkan sebagai daerah
yang aman/tidak terdampak (zona hijau) meskipun secara umum masih dalam keadaan
belum bebas dari pandemi Covid-19:
1. Memperbanyak Takbir
Hendaknya memperbanyak membaca takbir sejak Subuh hari
Arafah hingga Asar hari terakhir di Mina (tanggal 13 Zulhijah). Pelaksanaan
takbir sejak Subuh hari Arafah sampai pada hari-hari tasyrik tidak hanya pada
waktu-waktu tertentu, seperti setelah salat fardu, tetapi dapat dibaca setiap
waktu. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhārī berikut:
وَكَانَعُمَرُرَضِيَاللَّهُعَنْهُيُكَبِّرُفِيقُبَّتِهِبِمِنًىفَيَسْمَعُهُأَهْلُالْمَسْجِدِفَيُكَبِّرُونَوَيُكَبِّرُأَهْلُالْأَسْوَاقِحَتَّىتَرْتَجَّمِنًىتَكْبِيرًاوَكَانَابْنُعُمَرَيُكَبِّرُبِمِنًىتِلْكَالْأَيَّامَوَخَلْفَالصَّلَوَاتِوَعَلَىفِرَاشِهِوَفِيفُسْطَاطِهِوَمَجْلِسِهِوَمَمْشَاهُتِلْكَالْأَيَّامَجَمِيعًاوَكَانَتْمَيْمُونَةُتُكَبِّرُيَوْمَالنَّحْرِوَكُنَّالنِّسَاءُيُكَبِّرْنَخَلْفَأَبَّانَبْنِعُثْمَانَوَعُمَرَبْنِعَبْدِالْعَزِيزِلَيَالِيَالتَّشْرِيقِمَعَالرِّجَالِفِيالْمَسْجِد
[رواهالبخاري].
Artinya
: “Bahwasanya ‘Umar r.a. bertakbir di kubahnya di Mina, kemudian
didengar oleh orang-orang yang ada di masjid dan mereka pun mengikuti takbir,
demikian juga orang-orang yang di pasar ikut bertakbir, hingga bergemuruh suara
takbir di Mina. Pada hari-hari tasyrik, Ibn Umar juga bertakbir di Mina, baik
sehabis salat, sewaktu di tempat tidur, waktu duduk atau berjalan, di dalam
kemah atau di tempat lainnya. Maimunah juga bertakbir pada hari raya kurban,
dan para wanita bertakbir di masjid bersama kaum laki-laki di bawah pimpinan
Abbānibn ‘Uṡmān dan ‘Umar ibn ‘Abd al-Azīz pada malam-malam tasyrik [HR
al-Bukhārī].
Bacaan takbir Iduladha sesuai Al-Hadist,
yaitu :.
عَنْإِبْرَاهِيمَقَالَكَانُوايُكَبِّرُونَيَوْمَعَرَفَةَوَأَحَدُهُمْمُسْتَقْبِلٌالْقِبْلَةَفِيدُبُرِالصَّلَاةِاللهُأَكْبَرُاللهُأَكْبَرُلَاإِلَهَإِلَّااللهُوَاللهُأَكْبَرُاللهُأَكْبَرُوَللهِالْحَمْدُ [رواهابنابيشيبة]
Dari
Ibrāhim (diriwayatkan) ia berkata, ketika para sahabat memasuki hari Arafah,
dan salah satu di antara mereka menghadap ke kiblat di akhir salat, mereka
mengucapkan takbir: Allāhu Akbar –
Allāhu Akbar – Lāilāhaillallāh – Wallāhu Akbar – Allāhu Akbar – Wa lillāhilhāmd [HR
IbnAbī Syaibah].
Ataupun
lafal takbir yang pernah saudara pelajari
2. Berhias dengan pakaian bagus dan memakai wangi-wangian
Hal ini
didasarkan pada:
عَنْجَعْفَرَبْنِمُحَمَّدٍعَنْأَبِيْهِعَنْجَدِّهِأَنَّالنَّبِيَّصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَكَانَيَلْبَسُبُرْدَحِبَرَةٍفِيكُلِّعِيْدٍ
[رواهالشافعي].
Artinya
: “Dari Ja‘far ibn Muḥammad dari
ayahnya dari kakeknya (diriwayatkan), bahwa Nabi saw selalu memakai wool
(Burda) bercorak (buatan Yaman) pada setiap hari Id
[HR
asy-Syāfi‘ī dalam kitabnya Musnadasy-Syāfi‘ī].
Berdasarkan Al-Hadist :
عَنْزَيْدِبْنِالْحَسَنبْنِعَلِيعَنْأَبِيْهِرَضِيَاللهُعَنْهُمَاقَالَ
: أَمَرَنَارَسُوْلُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفِيالْعِيْدَيْنِأَنْنَلْبَسَأَجْوَدَمَانَجِدُوَأَنْنَتَطَيَّبَبِأَجْوَدِمَانجِدُوَأَنْنَضْحِيَبِأَسْمَنِمَانَجِدُالْبَقَرَةَعَنْسَبْعَةٍوَالْجَزُوْرَعَنْعَشَرَةٍوَأَنْنُظْهِرَالتَّكْبِيْرَوَعَلَيْنَاالسَّكِيْنَةُوَالْوَقَارُ
Artinya
: “Dari Zaid ibn al-Ḥasan bin Alī dari
ayahnya (diriwayatkan) ia berkata: Kami diperintahkan oleh Rasulullah saw
pada dua hari raya (Idulfitri dan Iduladha) untuk memakai pakaian terbaik yang
ada, memakai wangi-wangian terbaik yang ada, dan menyembelih binatang kurban
tergemuk yang ada (sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang) dan
supaya kami menampakkan keagungan Allah, ketenangan dan kekhidmatan.
[HR al-Ḥākim dalam kitabnya al-Mustadrak, IV: 256].
3. Tidak makan sebelum salat Iduladha
Hal ini berdasarkan Al – Hadist :
[رواهالترمَذي].عَنْعَبْدِاللَّهِبْنِبُرَيْدَةَعَنْأَبِيهِقَالَكَانَالنَّبِيُّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَلَايَخْرُجُيَوْمَالْفِطْرِحَتَّىيَطْعَمَوَلَايَطْعَمُيَوْمَالْأَضْحَىحَتَّىيُصَلِّيَ
Artinya
: “Dari Abdullah ibn Buraidah dari
ayahnya (yaitu Buraidah bin al-Husaib) (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah
saw pada hari Idulfitri tidak keluar sebelum makan, dan pada hari Iduladha
tidak makan sehingga selesai salat [HR
at-Tirmiżī].
4. Waktu salat Iduladha
Waktu
salat Id adalah pagi hari, dimulai dari matahari setinggi tombak sampai
waktu zawāl (matahari bergeser ke barat). Ibn Qayyimal-Jauziyah
mengatakan: “Nabi saw biasa mengakhirkan salat Idulfitri dan mempercepat
pelaksanaan salat Iduladha” [IbnQayyimal-Jauziyah, Zādal- Ma’ādfīHadyi Khair al-‘Ibād, 1:425].
Tujuan salat Idulfitri agak diundur agar kaum muslimin
masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fitri. Sedangkan salat Iduladha
dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih kurban
[Abu BakrJābiral-Jazāiri, Minhājal-Muslim,
hlm. 201]. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibn Qudamah, yaitu
karena pada hari Adha, umat Islam akan sibuk melakukan pemotongan hewan kurban
(al-Mughnī: II/280)
Pelaksanaan sholat hendaknya disegerakan, ini dapat didasari dari hadis :
عَنْعَبْدِاللَّهِبْنِبُسْرٍصَاحِبُرَسُوْلِاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَأَنَّهُخَرَجَمَعَالنَّاسِيَوْمَفِطْرٍأَوْأَضْحَىفَأَنْكَرَإِبْطَاءَالْإِمَامِوَقَالَإِنْكُنَّالَقَدْفَرَغْنَاسَاعَتَنَاهَذِه][رواهأبوداودوابنماجهوالطبراني.وَذَلِكَحِينَالتَّسْبِيحِ ]رواهأبوداودوابنماجهوالطبراني
Artinya
:“Dari ‘Abdullāh ibn Busr
–seorang sahabat Rasulullah- (diriwayatkan) bahwasanya ia
bersama orang-orang berangkat pada hari raya Idulfitri,
atau Iduladha, kemudian ia keberatan dengan keterlambatan imam seraya
mengatakan, seharusnya kita telah selesai pada saat ini, dan itu tatkala
tasbih (duha) [HR AbūDāwūd,
IbnMājah dan aṭ-Ṭabrānī]
5. Salat Iduladha dikerjakan dua rakaat dan tidak ada salat sunah
sebelum maupun sesudahnya.
Hal ini
berdasarkan Hadist yang artinya :
“Dari
Ibn ‘Abbās (diriwayatkan) bahwasanya Rasulullah saw pada hari Iduladlha
atau Idulfitri keluar, lalu salat dua rakaat, dan tidak mengerjakan salat apa
pun sebelum maupun sesudahnya “ [HR Muslim].
6. Tidak ada azan dan iqamah sebelum salat Iduladha serta tidak
ada ucapan aṣ-ṣalātujāmi’ah
Hal ini
berdasarkan hadist yang artinya :
“Dari
JābiribnSamurah (diriwayatkan) ia berkata: Aku pernah melaksanakan salat Id
(Idulfitri dan Iduladha) bersama Rasulullah saw bukan hanya sekali atau dua kali,
ketika itu tidak ada azan maupun iqamah [HR Muslim].
Ibn Qayyim mengatakan:
Jika Nabi SAW sampai ke tempat salat, beliau pun mengerjakan salat Id
tanpa ada azan dan iqamah. Juga ketika itu untuk menyeru jemaah tidak ada
ucapan “aṣ-ṣalātujāmi‘ah [IbnQayyimal-Jauziyah, Zādal-Ma’ād, I: 425].
7. Tatacara salat Iduladha
a. Memulai dengan takbiratul ihram, sebagaimana
salat-salat lainnya, diiringi niat ikhlas karena
Allah
b. Membaca doa Iftitah
c. Takbir (takbīral-zawāid/takbir
tambahan) sebanyak 7 (tujuh) kali pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram
dan doa iftitah, serta 5 (lima) kali pada rakaat kedua setelah takbir intiqāl (bangkit dari sujud), dengan mengangkat
tangan.
Telah dijelaskan dalam Al - Hadist yang artinya :
“Dari Āisyah (diriwayatkan
bahwa) Rasulullah saw pada salat dua hari raya bertakbir tujuh kali dan lima
kali sebelum membaca (al-Fatihah dan surah)” [HR
Aḥmad].
“Dari Wā’il ibn Ḥujral-Ḥaḍramī (diriwayatkan) bahwa
ia berkata: Saya melihat Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya ketika
bertakbir [HR Aḥmad dan AbūDāwūd].
Di
antara takbir-takbir (takbīral-zawāid) tidak ada bacaan
zikir tertentu. Belum didapatkan hadis ṣaḥīhmarfū’ yang
menerangkan bacaan Rasulullah SAWdi antara
takbir-takbir tersebut.
d.
Membaca surah al-Fatihah, diawali dengan bacaan ta‘āwuż dan basmalah
e. Setelah
membaca al-Fatihah membaca surah yang dianjurkan, yaitu antara lain surat
al-Aʻlā dan al-Gāsyiyah berdasarkan hadis :
عَنِالنُّعْمَانِبْنِبَشِيرٍقَالَكَانَرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَيَقْرَأُفِيالْعِيدَيْنِوَفِيالْجُمُعَةِبِسَبِّحِاسْمَرَبِّكَالْأَعْلَىوَهَلْأَتَاكَحَدِيثُالْغَاشِيَةِقَالَوَإِذَااجْتَمَعَالْعِيدُ[رواهمُسلم]. وَالْجُمُعَةُفِييَوْمٍوَاحِدٍيَقْرَأُبِهِمَاأَيْضًافِيالصَّلَاتَيْنِ
Artinya
: “Dari an-Nu‘mān ibn Basyīr
(diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw biasa membaca dalam salat Id maupun
salat Jumat “Sabbiḥismarabbikal-a`lā” dan “Hal atākahadīṡul-ghāsyiyah.”An-Nu`mān mengatakan begitu pula ketika Id bertepatan dengan hari
Jumat, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing salat [HR
Muslim].
Membaca
kedua surah dalam hadis di atas merupakan anjuran, tetapi juga dibolehkan
membaca surat lain karena suatu atau lain alasan semisal tidak hafal. Hal ini
sesuai firman Allah SWT :
… فَاقْرَءُوامَاتَيَسَّرَمِنَالْقُرْآنِ …
Artinya
: “… karena itu bacalah apa yang mudah
(bagimu) dari al–Quran
[QS.
al-Muzzammil (73): 20].
f. Rukuk, sujud dan seterusnya
sampai salam sebagaimana dalam salat biasa
8. Khutbah setelah salat Iduladha
Setelah
selesai salat hendaklah imam berkhutbah satu kali, dimulai dengan “alḥamdulillāh”
kemudian menyampaikan nasihat kepada para hadirin dan menganjurkan untuk
berbuat baik. Hal ini berdasarkan dalil :
عَنْأَبِيسَعِيدٍالخُدْرِيِّقَالَكَانَرَسُولُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَيَخْرُجُيَوْمَالْفِطْرِوَاْلأَضْحَىإِلَىالْمُصَلَّىفَأَوَّلُشَيْءٍيَبْدَأُبِهِالصَّلاَةُثُمَّيَنْصَرِفُفَيَقُومُمُقَابِلَالنَّاسِوَالنَّاسُجُلُوسٌعَلَىصُفُوفِهِمْفَيَعِظُهُمْوَيُوصِيهِمْوَيَأْمُرُهُمْفَإِنْكَانَيُرِيدُأَنْيَقْطَعَبَعْثًاقَطَعَهُأَوْيَأْمُرَبِشَيْءٍأَمَرَبِهِثُمَّيَنْصَرِفُ
[رواهالبخاريومسلمواللفظللبخاري].
Artinya
: ”Dari AbūSa’īdal-Khudrī (diriwayatkan) ia
berkata: Nabi saw pada hari raya Fitri dan Adha Rasulullah saw pergi
ke tempat salat. Hal pertama yang beliau kerjakan adalah salat, kemudian
apabila telah selesai beliau bangkit menghadap orang banyak ketika mereka masih
duduk pada saf-saf mereka. Lalu beliau menyampaikan peringatan dan wejangan
kepada mereka dan mengumumkan perintah-perintah pada mereka dan jika beliau
hendak memberangkatkan angkatan atau mengumumkan tentang sesuatu beliau
laksanakan kemudian pulang [HR
al-Bukhārī dan Muslim, lafal al-Bukhārī].
عَنْجَابِرِبْنِعَبْدِاللهِقَالَشَهِدْتُمَعَرَسُولِاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَالصَّلاَةَيَوْمَالْعِيدِفَبَدَأَبِالصَّلاَةِقَبْلَالْخُطْبَةِبِغَيْرِأَذَانٍوَلاَإِقَامَةٍثُمَّقَامَمُتَوَكِّئًاعَلَىبِلاَلٍفَأَمَرَبِتَقْوَىاللهِوَحَثَّعَلَىطَاعَتِهِوَوَعَظَالنَّاسَوَذَكَّرَهُمْثُمَّمَضَىحَتَّىأَتَىالنِّسَاءَفَوَعَظَهُنَّوَذَكَّرَهُنَّ.
[رواهمسلموالنسائى]. وَفِىرِوَايَةٍعَنْهُعِنْدَمُسْلِمٍفَلَمَّافَرَغَنَبِيُّاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَنَزَلَوَأَتَىالنِّسَاءَفَذَكَرَهُنَّ
… الحديث.
Dari
Jābir ibn ‘Abdillāh (diriwayatkan) ia berkata, pernah aku mengalami
salat hari raya bersama Rasulullah saw, lalu dimulai salat sebelum khutbah
tanpa azan dan iqamah. Kemudian beliau bangkit bersandar pada Bilal, lalu
beliau menganjurkan orang tentang takwa kepada Allah dan menyuruh patuh
kepada-Nya dan menyampaikan nasihat dan peringatan kepada mereka. Lalu beliau
mendatangi para wanita dan menyampaikan nasihat dan peringatan kepada mereka …
dan seterusnya hadis. [HR Muslim
dan an-Nasā’ī]. Dalam riwayat Muslim dengan kalimat: Setelah
Nabi saw selesai, beliau turun dan mendatangi para wanita dan menyampaikan
peringatan-peringatan kepada mereka … dan seterusnya hadis.
Oleh
karena dalam hadis-hadis itu tidak disebutkan khutbahId dimulai dengan takbir,
maka digunakan dalil yang menjelaskan praktik Rasulullah saw dalam memulai
khutbah, sebagaimana dijelaskan dalam hadis,
عَنْجَابِرٍقَالَكَانَرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَيَخْطُبُالنَّاسَيَحْمَدُاللَّهَوَيُثْنِيعَلَيْهِبِمَاهُوَأَهْلُهُثُمَّيَقُولُمَنْيَهْدِهِاللَّهُفَلَامُضِلَّلَهُوَمَنْيُضْلِلْفَلَاهَادِيَلَهُ…
[رَوَاهُمُسْلِم].
Artinya
; “Dari Jābir (diriwayatkan) ia berkata
Rasulullah sawberkhutbah di hadapan manusia memuji Allah dan memujinya kemudian
bersabda: Siapa saja yang mendapat petunjuk dari Allah maka
tidak ada yang menyesatkannya, dan siapa saja yang disesatkan oleh Allah, maka
tidak ada yang dapat memberi petunjuk [HR
Muslim].
Meskipun
tidak ada keterangan tentang memulai khutbahId dengan takbir, namun ada anjuran
untuk memperbanyak bacaan takbir dalam berkhutbah, berdasarkan dalil Al-Hadist yang
artinya :
“Dari
‘Abdurraḥmān bin Sa‘d bin ‘Ammār bin Sa‘d, seorang
muazin (diriwayatkan) ia berkata, telah memberitahukan padaku ayahku, dari
ayahnya dari kakeknya ia berkata: Nabi saw pernah bertakbir di tengah-tengah
khutbah, beliau memperbanyak takbir dalam khutbah dua Id [HR IbnMājah].
Hadis
ini oleh al-Albānī dinilai lemah, namun diamalkan oleh kebanyakan ulama fikih
sebagai bagian dari hal yang dianjurkan ketika berkhutbah, sebagaimana yang
disebutkan oleh IbnQudāmah dalam al-Mughni.
Dalam
hadis-hadis di atas, tidak ada pula keterangan tentang khutbahId dengan dua
khutbah, sehingga khutbahId hanya satu kali tanpa duduk.
Khutbah diakhiri dengan berdoa
sambil mengangkat jari telunjuk seperti dalam khutbah Jumat, sebagaimana hadis,
عَنْحُصَيْنٍ: أَنَّبِشْرَبْنَمَرْوَانَ،رَفَعَيَدَيْهِيَوْمَالْجُمُعَةِعَلَىالْمِنْبَرِفَسَبَّهُعُمَارَةُبْنُرُوَيْبَةَالثَّقَفِيُّ،فَقَالَ:
[رواهالنسائى].مَازَادَرَسُولُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَعَلَىهَذَا،وَأَشَارَبإصْبُعِهِالسَّبَّابَةِ
Artinya
: “Dari Huṣain (diriwayatkan), bahwa
BisyribnMarwān mengangkat kedua tangannya pada khutbah Jumat di atas mimbar,
kemudian dimarahi oleh UmārahibnRuwaibahaṡ-Ṡaqafī dan berkata: Rasulullah saw
tidak menambah ini, dengan mengisyaratkan jari telunjuknya [HR an-Nasā’ī].
Pada
masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, untuk memperpendek waktu pertemuan
massa sebagai salah satu upaya memutus rantai persebaran Covid-19, hendaknya
khutbah dilaksanakan seringkas mungkin dengan durasi maksimal 10 menit demi kemaslahatan
bersama.