Comments

Rabu, 28 Oktober 2020

SEJARAH PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW

 

 



     Bulan Rabiul Awwal merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW dilahirkan.. Hampir sebagian umat Islam khususnya di Indonesia merayakan hari lahirnya sang pembawa cahaya, yang mengeluarkan umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang. Kebanyakan umat Islam merayakannya sebagai ungkapan rasa syukur dan rasa cinta yang begitu besar kepada Nabi Muhammad SAW.

     Namun, kita juga perlu mengetahui pernahkah generasi awal merayakan maulid nabi. Yang sudah tentu kita tahu, bahwa generasi awal (salafussholeh) adalah generasi yang paling dekat dengan Nabi SAW. Dan mereka yang paling tahu apa yang diingikan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Karena meraka selalu hidup berdampingan dengan Nabi SAW sepanjang hayatnya.

     Oleh karena itu, kita dituntut untuk tahu sejarah awal mula dirayakannya maulid Nabi SAW. Karena sesuatu perkerjaan yang tidak didasarkan atas ilmu maka akan percuma saja (tindakan sia sia). Sebagaimana Rasullah SAW pernah bersabda dalam suatu Hadist bahwasannya : 

     “Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka perbuatan tersebut tertolak,” (HR. Muslim).

 

     Ada beberapa pendapat tentang asal mula maulid Nabi SAW. Pendapat pertama mengatakan bahwa Sholahuddin Al Ayubi yang pertama kali memulai perayaan maulid karena melihat kondisi muslimin pada waktu itu semakin jauh dengan sunah-sunah Rasul,. Sedangkan para tentara salibis setiap saat siap untuk menyerang pasukan muslimin dalam sekali hantaman. Dan dengan ijtihad beliau mengadakan maulid Nabi SAW agar menumbuhkan sunah-sunah yang mulai memudar dari tubuh muslimin dan semangat juang dalam menegakkan agama Allah SWT.

     Sedangkan pendapat kedua para ahli sejarah seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn al-Jauzi, Ibn Kathir, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh al-Suyuthi dan lainnya telah bersepakat menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan al-Muzhaffar, bukan Shalahuddin al-Ayyubi.

     Sebagaimana yang ditulis oleh Ibn Khallikan dalam kitabnya Wafayat Al-A`yan menceritakan bahwa Al-Imam Al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam dan seterusnya ke Irak. Ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijriah, beliau mendapati Sultan Al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi.

     Imam Suyuthi dalam kitabnya Husn Al-Maqosid fi Amal Al-Maulid menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Sultan Al-Muzhaffar, penguasa dari negeri Irbil yang terkenal loyal dan berdedikasi tinggi. Mudzorofah pernah menghadiahkan sepuluh ribu dinar kepada Syekh Abu Al-Khatib Ibnu Dihyah yang telah berhasil menyusun sebuah buku riwayat hidup dan risalah Rasulullah dengan judul At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir Al-Nazir.

     Pada masa Abbasiyah, sekitar abad kedua belas masehi, perayaan maulid Nabi dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan difasilitasi oleh khalifah dengan mengundang penguasa lokal. Acara itu diisi dengan puji-pujian dan uraian maulid Nabi, serta dilangsungkan dengan pawai akbar mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda dan angkatan bersenjata.

     Sedangkan pendapat yang ketiga para ahli sejarah seperti Al Maqriziy serta mufti mesir Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy dan juga Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh mengatakan bahwa kelompok yang pertama kali mengadakan maulid Nabi SAW adalah Firqoh sesat Syiah Ubaidiyyun pada dinasti fatimiyah sebagaimana yang beliau tuliskan pada kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’.

     Dari beberapa pendapat kita dapat menyimpulkan bahwa perayaan maulid tidak dilaksanakan di masa Rasulullah dan sahabatnya. Tidak juga di masa tabi’in, tabi’ut tabi’in dan empat Imam Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad), padahal mereka adalah orang-orang yang sangat cinta dan mengagungkan Nabinya. Dan sebaliknya bahwa perayaan maulid baru dimulai pada masa mamalik (kerajaan) sekitar abad ke-7 Hijriyah di saat firqoh-firqoh sesat subur berkembang di masa itu.

     Peringatan hari maulid Nabi termasuk dalam hal perkara ijtihadiyah, tidak ada kewajiban maupun tidak ada larangan untuk melaksanakannya. Para alim ulama pun belum menemukan dalil tentang kewajiban ataupun larangan memperingati hari maulid Nabi. Bilamana ingin melakukan perayaan hari maulid Nabi, pastikan tidak ada unsur kegiatan yang dilarang oleh Al – Quran atau Al – Hadist. Dalam suatu Al – Hadist, Umar RA pernah meriwayatkan yang artinya berbunyi :                                                                                               

     “ Diriwayatkan dari Umar RA, ia berkata : Aku mendengar Nabi SAW bersabda : Janganlah kamu member penghormatan (memuji / memuliakan) kepada saya secara berlebihan sebagaimana orang Nasrani yang telah memberi penghormatan (memuji / memuliakan) kapada Isa putra Maryam. Saya hanyalah hamba Allah SWT, maka katakan saja hamba Allah dan Rasulnya.” (HR. Al – Bukhori dan Muslim).

Wallahu a’lam.

 

Kamis, 30 Juli 2020

TUNTUNAN MENYAMBUT & MELAKSANAKAN SHOLAT IDHUL ADHA DI SAAT PANDEMI COVID – 19


        Merujuk pada himbauan dari pemerintah tentang tuntunan dan panduan menghadapi pandemi dan Dampak Covid-19 serta mengingat grafik penularan Covid-19 secara nasional belum menunjukkan tanda menurun, maka sebaiknya :
1. Salat Idul adha hukumnya sunah muakadah (sunnahmu’akkadah).
2. Dianjurkan dengan sangat agar dilaksanakan di rumah masing-masing terutama pada daerah yang masih belum dinyatakan aman dari perseberan Covid-19.                                                    3. Pada daerah yang berdasarkan ketetapan pihak berwenang dinyatakan aman, salat Iduladha dapat dilakukan di lapangan kecil atau tempat terbuka di sekitar tempat tinggal dalam jumlah jamaah yang tidak membawa kerumunan besar, dengan beberapa protokol yang harus diperhatikan, yaitu: salat dengan saf berjarak, salat menggunakan masker,  dilaksanakan tidak dalam kelompok besar atau terpisah dalam kelompok kecil dengan pembatasan jumlah jamaah yang hadir, mematuhi protokol kesehatan terkait pencegahan Covid-19 seperti menjaga kebersihan tempat, kebersihan badan, tidak berjabat tangan, tidak berkerumun dan lain-lain.                                                                                                                                       4. Kita harus terus berjuang untuk memutus rantai persebaran virus korona dan dalam rangka saddaż-żarīʻah (tindakan preventif) guna menghindarkan diri dari jatuh ke dalam kebinasaan seperti diperingatkan dalam al-Quran surah al-Baqarah (2): 195 dan demi menghindari mudarat seperti ditegaskan dalam sabda Nabi saw riwayat Mālik dan Aḥmad dari Ibn ‘Abbās.
وَأَنفِقُوافِيسَبِيلِاللَّهِوَلَاتُلْقُوابِأَيْدِيكُمْإِلَىالتَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّاللَّهَيُحِبُّالْمُحْسِنِينَ.
Artinya : “Belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik [QS al-Baqarah (2): 195].
عَنِابْنِعَبَّاسٍقَالَقَالَرَسُولُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَلَاضَرَرَوَلَاضِرَارَ [رواهمالكوأحمدواللفظله].
Artinya : “Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak ada kemudaratan dan pemudaratan [HR Mālik dan Aḥmad, dan ini lafal Aḥmad].
        Sehubungan dengan itu, di bawah ini diberikan tuntunan menyambut dan melaksanakan salat Iduladha di daerah yang oleh pihak berwenang telah ditetapkan sebagai daerah yang aman/tidak terdampak (zona hijau) meskipun secara umum masih dalam keadaan belum bebas dari pandemi Covid-19:
1. Memperbanyak Takbir
    Hendaknya memperbanyak membaca takbir sejak Subuh hari Arafah hingga Asar hari terakhir di Mina (tanggal 13 Zulhijah). Pelaksanaan takbir sejak Subuh hari Arafah sampai pada hari-hari tasyrik tidak hanya pada waktu-waktu tertentu, seperti setelah salat fardu, tetapi dapat dibaca setiap waktu. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhārī berikut:
وَكَانَعُمَرُرَضِيَاللَّهُعَنْهُيُكَبِّرُفِيقُبَّتِهِبِمِنًىفَيَسْمَعُهُأَهْلُالْمَسْجِدِفَيُكَبِّرُونَوَيُكَبِّرُأَهْلُالْأَسْوَاقِحَتَّىتَرْتَجَّمِنًىتَكْبِيرًاوَكَانَابْنُعُمَرَيُكَبِّرُبِمِنًىتِلْكَالْأَيَّامَوَخَلْفَالصَّلَوَاتِوَعَلَىفِرَاشِهِوَفِيفُسْطَاطِهِوَمَجْلِسِهِوَمَمْشَاهُتِلْكَالْأَيَّامَجَمِيعًاوَكَانَتْمَيْمُونَةُتُكَبِّرُيَوْمَالنَّحْرِوَكُنَّالنِّسَاءُيُكَبِّرْنَخَلْفَأَبَّانَبْنِعُثْمَانَوَعُمَرَبْنِعَبْدِالْعَزِيزِلَيَالِيَالتَّشْرِيقِمَعَالرِّجَالِفِيالْمَسْجِد [رواهالبخاري].
Artinya :Bahwasanya ‘Umar r.a. bertakbir di kubahnya di Mina, kemudian didengar oleh orang-orang yang ada di masjid dan mereka pun mengikuti takbir, demikian juga orang-orang yang di pasar ikut bertakbir, hingga bergemuruh suara takbir di Mina. Pada hari-hari tasyrik, Ibn Umar juga bertakbir di Mina, baik sehabis salat, sewaktu di tempat tidur, waktu duduk atau berjalan, di dalam kemah atau di tempat lainnya. Maimunah juga bertakbir pada hari raya kurban, dan para wanita bertakbir di masjid bersama kaum laki-laki di bawah pimpinan Abbānibn ‘Uṡmān dan ‘Umar ibn ‘Abd al-Azīz pada malam-malam tasyrik [HR al-Bukhārī].
Bacaan takbir Iduladha sesuai Al-Hadist, yaitu :.
عَنْإِبْرَاهِيمَقَالَكَانُوايُكَبِّرُونَيَوْمَعَرَفَةَوَأَحَدُهُمْمُسْتَقْبِلٌالْقِبْلَةَفِيدُبُرِالصَّلَاةِاللهُأَكْبَرُاللهُأَكْبَرُلَاإِلَهَإِلَّااللهُوَاللهُأَكْبَرُاللهُأَكْبَرُوَللهِالْحَمْدُ [رواهابنابيشيبة]
Dari Ibrāhim (diriwayatkan) ia berkata, ketika para sahabat memasuki hari Arafah, dan salah satu di antara mereka menghadap ke kiblat di akhir salat, mereka mengucapkan takbir: Allāhu Akbar – Allāhu Akbar – Lāilāhaillallāh – Wallāhu Akbar – Allāhu Akbar – Wa lillāhilhāmd [HR IbnAbī Syaibah].
Ataupun lafal takbir yang pernah saudara pelajari
2. Berhias dengan pakaian bagus dan memakai wangi-wangian
    Hal ini didasarkan pada:
عَنْجَعْفَرَبْنِمُحَمَّدٍعَنْأَبِيْهِعَنْجَدِّهِأَنَّالنَّبِيَّصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَكَانَيَلْبَسُبُرْدَحِبَرَةٍفِيكُلِّعِيْدٍ [رواهالشافعي].
Artinya : “Dari Ja‘far ibn Muḥammad dari ayahnya dari kakeknya (diriwayatkan), bahwa Nabi saw selalu memakai wool (Burda) bercorak (buatan Yaman) pada setiap hari Id 
[HR asy-Syāfi‘ī dalam kitabnya Musnadasy-Syāfi‘ī].
Berdasarkan Al-Hadist :
عَنْزَيْدِبْنِالْحَسَنبْنِعَلِيعَنْأَبِيْهِرَضِيَاللهُعَنْهُمَاقَالَ : أَمَرَنَارَسُوْلُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفِيالْعِيْدَيْنِأَنْنَلْبَسَأَجْوَدَمَانَجِدُوَأَنْنَتَطَيَّبَبِأَجْوَدِمَانجِدُوَأَنْنَضْحِيَبِأَسْمَنِمَانَجِدُالْبَقَرَةَعَنْسَبْعَةٍوَالْجَزُوْرَعَنْعَشَرَةٍوَأَنْنُظْهِرَالتَّكْبِيْرَوَعَلَيْنَاالسَّكِيْنَةُوَالْوَقَارُ
Artinya : “Dari Zaid ibn al-Ḥasan bin Alī dari ayahnya (diriwayatkan) ia berkata: Kami diperintahkan oleh Rasulullah saw pada dua hari raya (Idulfitri dan Iduladha) untuk memakai pakaian terbaik yang ada, memakai wangi-wangian terbaik yang ada, dan menyembelih binatang kurban tergemuk yang ada (sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang) dan supaya kami menampakkan keagungan Allah, ketenangan dan kekhidmatan.
 [HR al-Ḥākim dalam kitabnya al-Mustadrak, IV: 256].

3. Tidak makan sebelum salat Iduladha
    Hal ini berdasarkan Al – Hadist :
[رواهالترمَذي].عَنْعَبْدِاللَّهِبْنِبُرَيْدَةَعَنْأَبِيهِقَالَكَانَالنَّبِيُّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَلَايَخْرُجُيَوْمَالْفِطْرِحَتَّىيَطْعَمَوَلَايَطْعَمُيَوْمَالْأَضْحَىحَتَّىيُصَلِّيَ

Artinya : “Dari Abdullah ibn Buraidah dari ayahnya (yaitu Buraidah bin al-Husaib) (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw pada hari Idulfitri tidak keluar sebelum makan, dan pada hari Iduladha tidak makan sehingga selesai salat [HR at-Tirmiżī].

4. Waktu salat Iduladha
    Waktu salat Id adalah pagi hari, dimulai dari matahari setinggi tombak sampai waktu zawāl (matahari bergeser ke barat). Ibn Qayyimal-Jauziyah mengatakan: “Nabi saw biasa mengakhirkan salat Idulfitri dan mempercepat pelaksanaan salat Iduladha” [IbnQayyimal-Jauziyah, Zādal- Ma’ādfīHadyi Khair al-‘Ibād, 1:425].
     Tujuan salat Idulfitri agak diundur agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fitri. Sedangkan salat Iduladha dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih kurban [Abu BakrJābiral-Jazāiri, Minhājal-Muslim, hlm. 201]. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibn Qudamah, yaitu karena pada hari Adha, umat Islam akan sibuk melakukan pemotongan hewan kurban (al-Mughnī:  II/280)
Pelaksanaan sholat hendaknya disegerakan, ini dapat didasari dari hadis :
عَنْعَبْدِاللَّهِبْنِبُسْرٍصَاحِبُرَسُوْلِاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَأَنَّهُخَرَجَمَعَالنَّاسِيَوْمَفِطْرٍأَوْأَضْحَىفَأَنْكَرَإِبْطَاءَالْإِمَامِوَقَالَإِنْكُنَّالَقَدْفَرَغْنَاسَاعَتَنَاهَذِه][رواهأبوداودوابنماجهوالطبراني.وَذَلِكَحِينَالتَّسْبِيحِ ]رواهأبوداودوابنماجهوالطبراني
Artinya :“Dari ‘Abdullāh ibn Busr –seorang sahabat Rasulullah- (diriwayatkan) bahwasanya ia  bersama orang-orang berangkat pada hari raya Idulfitri, atau Iduladha, kemudian ia keberatan dengan keterlambatan imam seraya mengatakan, seharusnya kita telah selesai pada saat ini, dan itu tatkala tasbih (duha) [HR AbūDāwūd, IbnMājah dan aṭ-Ṭabrānī]

5. Salat Iduladha dikerjakan dua rakaat dan tidak ada salat sunah sebelum maupun   sesudahnya.
     Hal ini berdasarkan Hadist yang artinya :
Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan) bahwasanya Rasulullah saw pada hari Iduladlha atau Idulfitri keluar, lalu salat dua rakaat, dan tidak mengerjakan salat apa pun sebelum maupun sesudahnya [HR Muslim].


6. Tidak ada azan dan iqamah sebelum salat Iduladha serta tidak ada ucapan aṣ-ṣalātujāmi’ah
     Hal ini berdasarkan hadist yang artinya :
Dari JābiribnSamurah (diriwayatkan) ia berkata: Aku pernah melaksanakan salat Id (Idulfitri dan Iduladha) bersama Rasulullah saw bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada azan maupun iqamah [HR Muslim].
  Ibn Qayyim mengatakan: Jika Nabi SAW sampai ke tempat salat, beliau pun mengerjakan salat Id tanpa ada azan dan iqamah. Juga ketika itu untuk menyeru jemaah tidak ada ucapan “aṣ-ṣalātujāmi‘ah [IbnQayyimal-Jauziyah, Zādal-Ma’ād, I: 425].

7. Tatacara salat Iduladha
    a. Memulai dengan takbiratul ihram, sebagaimana salat-salat lainnya, diiringi niat ikhlas   karena Allah                                                                                                                   
    b. Membaca doa Iftitah
    c. Takbir (takbīral-zawāid/takbir tambahan) sebanyak 7 (tujuh) kali pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram dan doa iftitah, serta 5 (lima) kali pada rakaat kedua setelah takbir intiqāl (bangkit dari sujud), dengan mengangkat tangan.
Telah dijelaskan dalam Al - Hadist yang artinya :
  Dari Āisyah (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw pada salat dua hari raya bertakbir tujuh kali dan lima kali sebelum membaca (al-Fatihah dan surah) [HR Aḥmad].
 Dari Wā’il ibn Ḥujral-Ḥaḍramī (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Saya melihat Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir [HR Aḥmad dan AbūDāwūd].
    Di antara takbir-takbir (takbīral-zawāid) tidak ada bacaan zikir tertentu.  Belum didapatkan hadis ṣaḥīhmarfū’ yang menerangkan bacaan Rasulullah SAWdi antara takbir-takbir tersebut.

d. Membaca surah al-Fatihah, diawali dengan bacaan ta‘āwuż dan basmalah
e. Setelah membaca al-Fatihah membaca surah yang dianjurkan, yaitu antara lain surat al-Aʻlā dan al-Gāsyiyah berdasarkan hadis :
عَنِالنُّعْمَانِبْنِبَشِيرٍقَالَكَانَرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَيَقْرَأُفِيالْعِيدَيْنِوَفِيالْجُمُعَةِبِسَبِّحِاسْمَرَبِّكَالْأَعْلَىوَهَلْأَتَاكَحَدِيثُالْغَاشِيَةِقَالَوَإِذَااجْتَمَعَالْعِيدُ[رواهمُسلم]. وَالْجُمُعَةُفِييَوْمٍوَاحِدٍيَقْرَأُبِهِمَاأَيْضًافِيالصَّلَاتَيْنِ
Artinya : “Dari an-Nu‘mān ibn Basyīr (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw biasa membaca dalam salat Id maupun salat Jumat “Sabbiḥismarabbikal-a`lā” dan “Hal atākahadīṡul-ghāsyiyah.”An-Nu`mān mengatakan begitu pula ketika Id bertepatan dengan hari Jumat, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing salat [HR Muslim].
     Membaca kedua surah dalam hadis di atas merupakan anjuran, tetapi juga dibolehkan membaca surat lain karena suatu atau lain alasan semisal tidak hafal. Hal ini sesuai firman Allah SWT :
… فَاقْرَءُوامَاتَيَسَّرَمِنَالْقُرْآنِ …
Artinya : “… karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al–Quran 
[QS. al-Muzzammil (73): 20].
f. Rukuk, sujud dan seterusnya sampai salam sebagaimana dalam salat biasa
8. Khutbah setelah salat Iduladha
    Setelah selesai salat hendaklah imam berkhutbah satu kali, dimulai dengan “alḥamdulillāh” kemudian menyampaikan nasihat kepada para hadirin dan menganjurkan untuk berbuat baik. Hal ini berdasarkan dalil :
عَنْأَبِيسَعِيدٍالخُدْرِيِّقَالَكَانَرَسُولُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَيَخْرُجُيَوْمَالْفِطْرِوَاْلأَضْحَىإِلَىالْمُصَلَّىفَأَوَّلُشَيْءٍيَبْدَأُبِهِالصَّلاَةُثُمَّيَنْصَرِفُفَيَقُومُمُقَابِلَالنَّاسِوَالنَّاسُجُلُوسٌعَلَىصُفُوفِهِمْفَيَعِظُهُمْوَيُوصِيهِمْوَيَأْمُرُهُمْفَإِنْكَانَيُرِيدُأَنْيَقْطَعَبَعْثًاقَطَعَهُأَوْيَأْمُرَبِشَيْءٍأَمَرَبِهِثُمَّيَنْصَرِفُ [رواهالبخاريومسلمواللفظللبخاري].
Artinya : ”Dari AbūSa’īdal-Khudrī (diriwayatkan) ia berkata: Nabi saw pada hari raya Fitri dan Adha Rasulullah saw pergi ke tempat salat. Hal pertama yang beliau kerjakan adalah salat, kemudian apabila telah selesai beliau bangkit menghadap orang banyak ketika mereka masih duduk pada saf-saf mereka. Lalu beliau menyampaikan peringatan dan wejangan kepada mereka dan mengumumkan perintah-perintah pada mereka dan jika beliau hendak memberangkatkan angkatan atau mengumumkan tentang sesuatu beliau laksanakan kemudian pulang [HR al-Bukhārī dan Muslim, lafal al-Bukhārī].


عَنْجَابِرِبْنِعَبْدِاللهِقَالَشَهِدْتُمَعَرَسُولِاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَالصَّلاَةَيَوْمَالْعِيدِفَبَدَأَبِالصَّلاَةِقَبْلَالْخُطْبَةِبِغَيْرِأَذَانٍوَلاَإِقَامَةٍثُمَّقَامَمُتَوَكِّئًاعَلَىبِلاَلٍفَأَمَرَبِتَقْوَىاللهِوَحَثَّعَلَىطَاعَتِهِوَوَعَظَالنَّاسَوَذَكَّرَهُمْثُمَّمَضَىحَتَّىأَتَىالنِّسَاءَفَوَعَظَهُنَّوَذَكَّرَهُنَّ. [رواهمسلموالنسائى]. وَفِىرِوَايَةٍعَنْهُعِنْدَمُسْلِمٍفَلَمَّافَرَغَنَبِيُّاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَنَزَلَوَأَتَىالنِّسَاءَفَذَكَرَهُنَّ … الحديث.
Dari Jābir ibn ‘Abdillāh (diriwayatkan) ia berkata, pernah aku mengalami salat hari raya bersama Rasulullah saw, lalu dimulai salat sebelum khutbah tanpa azan dan iqamah. Kemudian beliau bangkit bersandar pada Bilal, lalu beliau menganjurkan orang tentang takwa kepada Allah dan menyuruh patuh kepada-Nya dan menyampaikan nasihat dan peringatan kepada mereka. Lalu beliau mendatangi para wanita dan menyampaikan nasihat dan peringatan kepada mereka … dan seterusnya hadis. [HR Muslim dan an-Nasā’ī]. Dalam riwayat Muslim dengan kalimat: Setelah Nabi saw selesai, beliau turun dan mendatangi para wanita dan menyampaikan peringatan-peringatan kepada mereka … dan seterusnya hadis.
   Oleh karena dalam hadis-hadis itu tidak disebutkan khutbahId dimulai dengan takbir, maka digunakan dalil yang menjelaskan praktik Rasulullah saw dalam memulai khutbah, sebagaimana dijelaskan dalam hadis,
عَنْجَابِرٍقَالَكَانَرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَيَخْطُبُالنَّاسَيَحْمَدُاللَّهَوَيُثْنِيعَلَيْهِبِمَاهُوَأَهْلُهُثُمَّيَقُولُمَنْيَهْدِهِاللَّهُفَلَامُضِلَّلَهُوَمَنْيُضْلِلْفَلَاهَادِيَلَهُ… [رَوَاهُمُسْلِم].
Artinya ; “Dari Jābir (diriwayatkan) ia berkata Rasulullah sawberkhutbah di hadapan manusia memuji Allah dan memujinya kemudian bersabda:  Siapa saja yang mendapat petunjuk  dari Allah maka  tidak ada yang menyesatkannya, dan siapa saja yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk [HR Muslim]. 
   Meskipun tidak ada keterangan tentang memulai khutbahId dengan takbir, namun ada anjuran untuk memperbanyak bacaan takbir dalam berkhutbah, berdasarkan dalil Al-Hadist yang artinya :
Dari ‘Abdurraḥmān bin Sa‘d bin ‘Ammār bin Sa‘d, seorang muazin (diriwayatkan) ia berkata, telah memberitahukan padaku ayahku, dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: Nabi saw pernah bertakbir di tengah-tengah khutbah, beliau memperbanyak takbir dalam khutbah dua Id [HR IbnMājah].
    Hadis ini oleh al-Albānī dinilai lemah, namun diamalkan oleh kebanyakan ulama fikih sebagai bagian dari hal yang dianjurkan ketika berkhutbah, sebagaimana yang disebutkan oleh IbnQudāmah dalam al-Mughni.
    Dalam hadis-hadis di atas, tidak ada pula keterangan tentang khutbahId dengan dua khutbah, sehingga khutbahId hanya satu kali tanpa duduk.
Khutbah diakhiri dengan berdoa sambil mengangkat jari telunjuk seperti dalam khutbah Jumat, sebagaimana hadis,
عَنْحُصَيْنٍ: أَنَّبِشْرَبْنَمَرْوَانَ،رَفَعَيَدَيْهِيَوْمَالْجُمُعَةِعَلَىالْمِنْبَرِفَسَبَّهُعُمَارَةُبْنُرُوَيْبَةَالثَّقَفِيُّ،فَقَالَ: [رواهالنسائى].مَازَادَرَسُولُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَعَلَىهَذَا،وَأَشَارَبإصْبُعِهِالسَّبَّابَةِ
Artinya : “Dari Huṣain (diriwayatkan), bahwa BisyribnMarwān mengangkat kedua tangannya pada khutbah Jumat di atas mimbar, kemudian dimarahi oleh UmārahibnRuwaibahaṡ-Ṡaqafī dan berkata: Rasulullah saw tidak menambah ini, dengan mengisyaratkan jari telunjuknya [HR an-Nasā’ī].
    Pada masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, untuk memperpendek waktu pertemuan massa sebagai salah satu upaya memutus rantai persebaran Covid-19, hendaknya khutbah dilaksanakan seringkas mungkin dengan durasi maksimal 10 menit demi kemaslahatan bersama.


Senin, 27 Juli 2020

Penyebab Sujud Sahwi dalam Ibadah Sholat


     Sebelumnya akan di jelaskan terlebih dahulu makna “sahwi”. Secara bahasa kata “sahwi”, “nisyan” dan “ghaflah” adalah lafal-lafal yang bermakna sama, yaitu lupa terhadap sesuatu atau lalainya hati dari suatu perkara (Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, vol. 14, hal. 406). Dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu disebutkan perbedaan antara kata “nisyan” dan “sahwi, bahwa orang yang mengalami “nisyan” (kelupaan), jika kamu ingatkan maka dia akan teringat, berbeda dengan orang yang mengalami “sahwi” (Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, vol. 2, hal. 264).
     Dalam kitab-kitab Al-hadis yang ada, beberapa riwayat yang menceritakan tentang sujud sahwi. Berikut ini akan di paparkan riwayat-riwayat tersebut :
إِذَاشَكَّأَحَدُكُمْفِىصَلاَتِهِفَلَمْيَدْرِكَمْصَلَّىثَلاَثًاأَمْأَرْبَعًافَلْيَطْرَحِالشَّكَّوَلْيَبْنِعَلَىمَااسْتَيْقَنَثُمَّيَسْجُدُسَجْدَتَيْنِقَبْلَأَنْيُسَلِّمَفَإِنْكَانَصَلَّىخَمْسًاشَفَعْنَلَهُصَلاَتَهُوَإِنْكَانَصَلَّىإِتْمَامًالِأَرْبَعٍكَانَتَاتَرْغِيمًالِلشَّيْطَانِ. [رواهمسلم]
Artinya: “Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah keraguan dan ambillah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan salatnya. Lalu jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” [HR. Muslim no. 571]
أَنَّرَسُولَاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَصَلَّىالظُّهْرَخَمْسًافَقِيلَلَهُأَزِيدَفِيالصَّلَاةِفَقَالَوَمَاذَاكَقَالَصَلَّيْتَخَمْسًافَسَجَدَسَجْدَتَيْنِبَعْدَمَاسَلَّمَ. [رواهالبخاري]
Artinya: “Bahwasanya Rasulullah SAW pernah salat zuhur lima rakaat, lalu beliau ditanya: Apakah ada tambahan rakaat salat? Beliau menjawab: (memang) apa yang terjadi? (Abdullah) berkata: Engkau mengerjakannya lima rakaat. Kemudian Rasulullah sujud dua kali setelah salam.” [HR. al-Bukhari no. 1226]
إِنَّرَسُولَاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَامَمِنْاثْنَتَيْنِمِنْالظُّهْرِلَمْيَجْلِسْبَيْنَهُمَافَلَمَّاقَضَىصَلَاتَهُسَجَدَسَجْدَتَيْنِثُمَّسَلَّمَبَعْدَذَلِكَ. [رواهالبخاري]
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw (pernah langsung) berdiri pada rakaat kedua salat zuhur dan tidak duduk di antara keduanya. Tatkala selesai salat, ia sujud dua rakaat kemudian salam setelah itu.” [HR. al-Bukhari no. 1225]
عَنْأَبِيهُرَيْرَةَرَضِيَاللهُعَنْهُقَالَصَلَّىبِنَاالنَّبِيُّصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَالظُّهْرَأَوْالْعَصْرَفَسَلَّمَفَقَالَلَهُذُوالْيَدَيْنِالصَّلَاةُيَارَسُولَاللهِأَنَقَصَتْفَقَالَالنَّبِيُّصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَلِأَصْحَابِهِأَحَقٌّمَايَقُولُقَالُوانَعَمْفَصَلَّىرَكْعَتَيْنِأُخْرَيَيْنِثُمَّسَجَدَسَجْدَتَيْنِقَالَسَعْدٌوَرَأَيْتُعُرْوَةَبْنَالزُّبَيْرِصَلَّىمِنْالْمَغْرِبِرَكْعَتَيْنِفَسَلَّمَوَتَكَلَّمَثُمَّصَلَّىمَابَقِيَوَسَجَدَسَجْدَتَيْنِوَقَالَهَكَذَافَعَلَالنَّبِيُّصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ. [رواهالبخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw (pernah) mengimami kami salat zuhur atau asar, lalu beliau salam. Kemudian Dzulyadain bertanya kepada beliau: Wahai Rasulullah, apakah salat dikurangi (rakaatnya)? Beliau kemudian bertanya kepada para sahabat: Benarkah yang dikatakannya? Para sahabat menjawab: Benar. Lalu beliau menyempurnakan dua rakaat yang tertinggal, kemudian sujud dua kali. Sa’ad berkata: Aku melihat ‘Urwah bin Zubair salat magrib dua rakaat lalu salam, kemudian ia langsung bercakap-cakap, setelah itu ia menyempurnakan (rakaat yang kurang) dan sujud dua kali. Abu Hurairah berkata: Begitulah yang dikerjakan Nabi SAW.” [HR. al-Bukhari no. 1227]
     Dari hadist - hadist di atas dapat kita ketahui bahwa sujud sahwi bisa dilakukan sebelum salam dan juga setelah salam. Berdasarkan Al - Hadist tersebut mendefinisikan sekaligus menyimpulkan sebab-sebab dilakukannya sujud sahwi, yaitu:
1)    Karena lupa duduk tahiyat awal.
2)    Karena ragu-ragu jumlah rakaat yang dikerjakan.
3)    Karena rakaat yang dikerjakan kurang.
4)    Karena rakaat yang dikerjakan kelebihan.

     Kadangkala ada orang yang ragu – ragu dalam sholatnya (rakaatnya), sehingga ia mengulangi sholatnya dari awal lagi. Berdasarkan hadist terakhir yang di cantumkan di atas (HR. al-Bukhari no. 1227) tidak mengindikasikan bahwa Rasulullah SAW mengulang salatnya dari awal, akan tetapi beliau hanya menyempuranakan sholatnya yang kurang tersebut (karena jumlah rakaatnya kurang). Oleh karenanya jika ada orang yang ragu – ragu dalam sholatnya ( rakaatnya), tidak perlu kita mengulang salat kita dari awal.
     Namun demikian, jika ada orang yang merasa kurang ‘mantap’ karena kelupaannya tidak melakukan sujud, dipersilahkan untuk mengerjakan sujud sahwi dan tidak perlu sampai mengulang salatnya dari awal. Sedangkan untuk bacaan apa yang dibaca pada sujud sahwi, banyak ulama yang juga belum menemukan bacaan khusus yang dibaca atau diajarkan oleh Rasulullah saw. Oleh karenanya, menurut hematnya’ bacaan yang dapat dibaca adalah bacaan umum ketika sujud, yaitu:
سُبْحَانَكَاللَّهُمَّرَبَّنَاوَبِحَمْدِكَاللَّهُمَّاغْفِرْلِي
Artinya: “Maha suci engkau ya Allah, wahai Tuhan kami dan dengan memujimu ya Allah, ampunilah aku”,
atau bacaan sujud lain yang telah saudara pelajari
 Wallahu a’lam bish–shawab.

Senin, 04 Mei 2020

Muhammad Al- Fatih Sang Penakluk Konstatinopel

Lukisan Sultan Mehmed II, 1480, oleh Gentile Bellini (1429–1507)

Assalamualaikum Wr Wb ikwan akhwat yang insyaAllah dirahmati Allah SWT. Sapa nih yang gk tau tokoh Islam yang satu ini. Seorang panglima Islam yang disegani barat namun dielu-elukaan di Timur, iya dialah Sultan Muhammad Al-Fatih atau sering disebut Sultan Mehmed II. Beliau lah seorang panglima yang telah di isyaratkan nabi Muhammad SAW. 
لَتُفتَحنَّ القُسطنطينيةُ ولنِعمَ الأميرُ أميرُها ولنعم الجيشُ ذلك الجيشُ
Sesungguhnya akan dibuka kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu“.
(HR. Ahmad)
Mehmed II lahir di Edirne pada 29 Maret 1432, namun dalam sumber lain mengatakan dilahirkan pada 26 Rajab 833 H atau bertepatan dengan 20 April 1430. Sebagai anak ketiga Mehmed tidak pernah diperkirakan akan menjadi pengganti ayahnya  Murad II. Namun Allah selalu memiliki ketentuan yang berbeda dan selalu terdapat hikmah dibaliknya. Mehmed pun dikirim ke sebuah kota untuk belajar. Ketika berumur  6 tahun kakak pertamanya meninggal, menyusul dua tahun kemudian kakak keduanya meninggal juga. Setelah kematian kedua kakaknya tersebut Mehmed dipanggil untuk kembali ke Edirne. Sejak awal Mehmed telah dikelilingi ulama-ulama yang terbaik dalam segala bidangnya masing masing, seperti Syaikh Aaq Syamsuddin dan Syaikh Ahmad Al Kurani

Di umurnya yang ke-12 Mehmed menggantikan posisi ayahnya Murad II untuk menjadi penerus Kesultanan Utsmani sedangkan Ayahnya mengasingkan diri di suatu tempat untuk bertaqorub kepada Allah. Namun jabatan yang diemban Mehmed tidak bertahan lama dikarenakan pasukan salib ingin menyerang Kesultanan Utsmani. Kejadian ini memaksakan Mehmed untuk turun tahta dan menyerahkan kembali tahta tersebut kepada ayahnya, kejadian ini pun terjadi 2 kali yang ke dua dikarenakan Mehmed salah mengambil langkah. Hingga pada 18 Februari1451 Mehmed dinobatkan kembali menjadi sultan dikarenakan ayahnya meninggal dengan tenang di Edirne.Tak perlu waktu lama, Mehmed belajar dari kesalahan. Mehmed pun membangun Kesultanan Utsmani yang kuat dari segi mana pun, pendekatan kepada aparatur, tentara, ulama dan rakyatnya serta diplomasinya terhadap negara lain berjalan dengan baik.

23 Maret 1453 Sultan Mehmed II memulai ekspedisinya menuju Konstatinopel. Sultan Mehmed bertolak dari Erdirne menuju Konstantinopel dengan seluruh pasukan Angkatan Laut, Artileri, Kalvaleri, dan Infanterinya yang berjumlah 250.000 pasukan. Angka pasukan ini adalah sebuah perang proxy untuk memberi sinyal pada Konstantinopel bahwa Kaum Muslimin benar-benar siap. Tepat 6 April 1453 dimulainya pembebasan Konstatinopel. Disini lah kecerdikan, strategi, kebijakan Sultan di uji.Pembebasan ini berlangsung cukup lama, hingga menjadi ujian keimanan dan mental bagi para mujahid dan Sultan. Disinilah peran ulama sangat besar yaitu meberikan motivasi semangat ,membentuk keimanan dan mental seorang mujahid; hingga waktu yang ditunggu tiba yaitu terbukanya pintu kemenangan bagi pasukan Kesultanan Utsmani pada 20 Jumadil Ula 857 H atau 29 Mei 1453 hari Selasa. Inilah yang membuktikan lisan mulia dari Nabi Muhammad SAW. Sultan pun memasuki Konstantinopel dengan penuh rahmat dan memberikan hak kebebasan pada warga Konstatinopel untuk memeluk agama yang mereka anut. Semenjak pembebasan itu Konstatinopel berubah nama menjadi Islambol dan berganti lagi menjadi Istanbul sekarang. Tak berhenti disitu saja Sultan pun membebaskan banyak daerah dari kaum kafir hingga ajal menjemputnya.


Sultan Muhammad bin Murad Al Fatih juga diberi gelar sebagai "Abul Fath" (Bapak Pembebasan) karena beliau berhasil menebar dakwah di dua imperium besar, menyatukan 7 kerajaan, membebaskan 200 kota.


Kemudian dari pembebasan itu, beliau menegakkan dakwah dengan ilmu dan ibadah. Beliau juga digelari sebagai "Abul Khairat" (Bapak kebaikan)

Prof Dr Muhammad Harb, Sejarawan Utsmani

Semoga dengan mempelajari sejarah tokoh Islam kita termotivasi untuk selalu menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini. Mohon Maaf bila ada kata yang salah, Wassalamualaikum Wr Wb.



referensi:


Siauw, Felix Y .2013."MUHAMMAD AL-FATIH 1453".Jakarta.AlFatih Press


https://www.instagram.com/gen.saladin/


https://id.wikipedia.org/wiki/Mehmed_II